Cermis Malam Jum'at
Kiki sedang santai di kursi bawah pohon mangga bersama Susan. Sejak sore tadi Susan belum pulang dari kost. Banyak hal yang mereka ceritakan. Mulai dari pengajian sampai media sosial online. Mereka berdua sepakat, bahwa media sosial online sekarang kebanyakan hanya berisi kesia-siaan. Terlebih bagi mereka yang hanya membuang uang dan waktu untuk sekedar eksis di dunia digital. Sementara di dunia nyata? Entahlah."Banyak ternyata orang yang jika di dunia online begitu dihormati, sedang bila ia berada di dunia nyata bukan siapa-siapa, malah sering terpinggirkan. Kasihan sekali hidup orang seperti ini." Jelas Susan.
"Tapi ngomong-ngomong ya Cin, Kiki paling males kalau online di media sosial malam Jum'at." Kata Kiki
"Kenapa?" Tanya Susan
"Soalnya kebanyakan orang di situ memposting Cermis. Males aja bacanya. Mengapa tidak menulis hal yang lebih bermanfaat? Misalnya tentang keutamaan malam Jum'at. Keberkahan dan betapa indahnya jika malam itu diisi dengan ibadah. Kan enak membacanya?" Jelas Kiki.
"Cermis itu apaan? Cerita misteri? Horor?" tanya Susan penasaran.
"Bukaaan! itu sih cerita hantu! ini bukan cerita hantu!" Seru Kiki
"Lho? Terus Cermis itu apaan?" Tanya Susan lagi.
"Cermis itu banyak maknanya, bisa jadi Cerita Misunderstanding. Cerita yang ditulis orang di dindingnya, tentang segala sesuatu yang dipikirnya sudah benar, padahal salah. Bisa juga jadi Cerita Miskin, alias cerita orang yang ngaku-ngaku miskin lalu minta nebeng bantuan sama orang lain, padahal tujuannya menipu. Juga bisa jadi Cerita Mistik, alias cerita yang dikarang untuk jualan barang-barang yang tidak pernah nyata, tujuannya sama, buat nipu." Jelas Kiki.
"Nah! kalau gitu bisa jadi itu Cerita Miscall, alias cerita buat mancing-mancing orang buat komen, padahal yang ditulis juga nggak ada manfaat." Balas Susan.
"Eh, iya...pinteerrr." Kelakar Kiki.
"Tapi teringatnya, si Zahid anak pemilik kost itu kenapa tadi pulang-pulang kok nangis begitu?" Tanya Susan.
"Oohh itu. Biasa anak cowok, habis dijewer temannya di tempat main." Jawab Kiki.
"Lha apa hal?" Tanya Susan penasaran.
"Biasalah. Masalah sama, dengan pemicu berbeda. Kali ini masalahnya tentang laga siapa Bapaknya yang paling kuat." Jawab Kiki.
"Emang Bapak siapa yang paling kuat?" Tanya Susan lagi.
"Yeh, mana aku tahu! tanya aja tuh sama penulis!" Balas Kiki.
Mereka berdua menatap penulis tajam. Penulis luka-luka di wajah.
Daripada tambah parah luka-lukanya, penulis lebih baik menceritakan apa hal yang terjadi dengan Zahid.
Cermis malam Jum'at dimulai.
Cermis = Cerita Miskomunikasi
Tadi siang menjelang sore, Zahid anak yang punya kost dengan dua orang temannya Agus dan Yadi sedang bersantai di lapangan badminton dekat rumah pak RW, samping Musholla.
Biasalah, sehabis main. Mereka istirahat. Entah siapa yang memulai, dan entah bagaimana awal cerita, juga tengahnya, sampailah mereka (penulis malas menuliskan semuanya karena tidak akan berpengaruh terhadap cerita selanjutnya alias adegan dipotong) pada cerita tentang Bapak siapa yang paling kuat sejagad.
Agus:"Bapak Gue paling kuat. Sanggup mengangkat semen 5 sak sekali jalan."
Yadi:"Bapak Gue paling kuat. Bapak gue bisa ngangkat mobil sebelah tangan."
Agus:"Bapak Gue paling kuat. Bisa ngangkat pesawat sebelah tangan."
Yadi:"Yah, tadi lu bilang bisanya cuma ngangkat 5 sak semen."
Agus:"Yah, karena bapak loe nggak mau ngalah, Bapak gue jadi tambah kuat."
Yadi:"Yah, Bapak gue lebih kuat, bisa ngangkat kapal Titanic sebelah tangan."
Agus:"Jieh! Kapal Titanic udah tenggelam kaleee! Jangan-jangan Bapak loe yang bikin tenggelam?"
(Suasana mulai panas, tapi Zahid masih nggak ikutan.. hanya tertawa geli melihat kedua temannya itu)
Yadi:"Enak aja loe! Bapak loe kali! Bapak gue biar loe tau ya, bisa mengangkat gunung sebelah tangan."
Agus:"Itu belum seberapa coy! Bapak gue lebih kuat lagi, dia bisa mengangkat pulau sebelah tangan."
(Zahid makin jadi tertawanya.)
Agus dan Yadi yang sudah panas, melotot pada Zahid yang tidak berhenti tertawa.
"Ngapa loe ketawa? Hoi!" Seru Agus dan Yadi bersamaan.
"Eleeeeh! Bapak loe berdua belum ada apa-apanya sama Bapak gua. Bapak gua bisa ngangkat pulau, lengkap dengan gunung, Kapal Titanic, Pesawat, Mobil, 5 Sak semen, dan sekalian dengan bapak loe berdua! Hahahaha!" Si Zahid nyerocos panjang.
Dan akhirnya Agus dan Yadi sepakat buat ngejewer kuping si Zahid bersama-sama. Dan pulanglah dia dengan mata menangis dan kuping merah bercahaya.
"Demikian Cermis itu." Kata penulis pada Kiki dan Susan, yang ternyata sudah tidak ada di bawah pohon mangga.
Penulis ditinggal sendirian. Dan ini sudah jam 1 dini hari.
Begitu lamakah kisah itu diceritakan?
Hiiiiiii! Lariiii!